HAM DAN THE RULE OF LAW DI INDONESIA
MATA KULIAH KEWARGANEGARAAN
Disusun Oleh :
Erna Susilo Wati
Citra Melinda
Ika Nuriyanti
Latiyana Indra Dewi
Nur Hamiyatul Hasanah
SriAstutik
AKADEMI
KEBIDANAN DHARMA PRAJA BONDOWOSO
TAHUN 2013-2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa,berkat rahmat dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “HAM DAN RULE OF LAW DI
INDONESIA”.Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Bahasa
Indonesia.
Penyusun ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membimbing dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari dalam penulisan makalah ini kurang
dari sempurna.Oleh karena itu,kritik dan saran yang bersifat membangun penysun
harapkan demi kesempurnaan makalah selanjutnya
DAFTAR ISI
Kata pengantar
................................................................................................i
Daftar isi ........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang.......................................................................................
01
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................
01
1.3 Tujuan
Penulisan....................................................................................
02
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Hak Asasi Manusia...............................................................03
2.2 Ham Di
Indonesia...................................................................................04
2.3 Lembaga Penegak
Ham..........................................................................05
2.4 Pelanggaran
Ham....................................................................................06
2.5 Pengertian dan Ruang Lingkup Rule Of Law...................................
.....07
2.6 Prinsip-Prinsip Rule Of Law...................................................................08
2.7 Prinsip-Prinsip Secara Formal Di Indonesia...........................................09
BAB IIIPENUTUP
3.1
Kesimpulan............................................................................................
12
3.2 Saran......................................................................................................
12
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak-hak yang
dimiliki manusia sejak ia lahir yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat
diganggu gugat siapapun.Hak Asasi merupakan sebuah bentuk anugrah yang
diturunkan oleh Tuhan sebagai sesuatu karunia yang paling mendasar dalam hidup
manusia yang paling berharga. Hak Asasi dilandasi dengan sebuah kebebasan
setiap individu dalam menentukan jalan hidupnya, tentunya Hak asasi juga tidak
lepas dari kontrol bentuk norma-norma yang ada. Hak-hak ini berisi tentang
kesamaan atau keselarasan tanpa membeda-bedakan suku, golongan, keturunanan,
jabatan, agama dan lain sebagainya antara setiap manusia yang hakikatnya adalah
sama-sama makhluk ciptaan Tuhan.
Terkait tentang hakikat hak asasi manusia, maka sangat
penting sebagai makhluk ciptaan Tuhan harus saling menjaga dan menghormati hak
asasi masing-masing individu. Namun pada kenyataannya, kita melihat
perkembangan HAM di Negara ini masih banyak bentuk pelanggaran HAM yang sering
kita temui.
Rule of Law adalah suatu doktrin yang mulai muncul
pada abad ke 19, bersamaan dengan kelahiran Negara konstitusi dan demokrasi.
Rule of Law merupakan konsep tentang common law dimana segenap lapisan
masyarakat dan Negara beserta seluruh kelembagaannya menjungjung tinggi supremasi
hukum yang dibangun diatas prinsip keadilan dan egalitarian. Ada tidaknya Rule
of Law dalam suatu Negara ditentukan oleh kenyataan apakah rakyatnya
benar-benar menikmati keadilan, dalam arti perlakuan yang adil baik sesama
warga Negara maupun pemerintah
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah
yang akan dibahas sebagai berikut:
a. Apa pengertian dan ruang lingkup Hak
Asasi Manusia dan Rule of Law ?
b. Bagaimana perkembangan Hak Asasi Manusia di
Indonesia ?
c. Apa saja pelanggaran Hak Asasi Manusia ?
1.3 Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui pengertian Hak Asasi
Manusia dan Rule of Law, serta mengetahui ruang lingkup Hak Asasi Manusia dan
Rule of Law
b. Untuk mengetahui perkembangan Hak Asasi Manusia di
Indonesia
c. Untuk
mengetahui pelanggaran apa sajakah yang sering terjadi terkait dengan Hak Asasi
Manusia maupun Rule of Law
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Hak Asasi Manusia
Hak asasi
manusia (HAM) secara tegas di atur dalam Undang Undang No. 39 tahun 1999 pasal
2 tentang asas-asas dasar yang menyatakan “Negara Republik Indonesia mengakui
dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak
yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus
dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan,
kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.”
Hak asasi
manusia dalam pengertian umum adalah hak-hak dasar yang dimiliki setiap pribadi
manusia sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir. Ini berarti bahwa
sebagai anugerah dari Tuhan kepada makhluknya, hak asasi tidak dapat dipisahkan
dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri. Hak asasi tidak dapat dicabut oleh
suatu kekuasaan atau oleh sebab-sebab lainnya, karena jika hal itu terjadi maka
manusia kehilangan martabat yang sebenarnya menjadi inti nilai kemanusiaan.
Walau demikian,
bukan berarti bahwa perwujudan hak asasi manusia dapat dilaksanakan secara
mutlak karena dapat melanggar hak asasi orang lain. Memperjuangkan hak sendiri
sampai-sampai mengabaikan hak orang lain, ini merupakan tindakan yang tidak
manusiawi. Kita wajib menyadari bahwa hak-hak asasi kita selalu berbatasan
dengan hak-hak asasi orang lain.
Ditinjau dari berbagai bidang, HAM meliputi :
a. Hak asasi pribadi (Personal Rights)
Contoh : hak kemerdekaan, hak menyatakan pendapat, hak
memeluk agama.
b. Hak asasi politik (Political Rights) yaitu hak
untuk diakui sebagai warga negara.
Misalnya : memilih dan dipilih, hak berserikat dan hak
berkumpul.
c. Hak asasi ekonomi (Property Rights)
Misalnya : hak memiliki sesuatu, hak mengarahkan
perjanjian, hak bekerja dan hak mendapat hidup layak.
d. Hak asasi sosial dan kebuadayaan (Sosial &
Cultural Rights).
Misalnya : mendapatkan pendidikan, hak mendapatkan
santunan, hak pensiun, hak mengembangkan kebudayaan dan hak berkspresi.
e. Hak
untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan Pemerintah (Rights Of
Legal Equality)
f. Hak
untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hokum
v Tujuan Hak Asasi Manusia
a. HAM
adalah alat untuk melindungi orang dari kekerasan dan kesewenang-wenangan.
b. HAM
mengenmbangkan saling menghargai antar manusia
c. HAM mendorong
tindakan yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab untuk menjamin bahwa
hak-hak orang lain tidak dilanggar
2.2 HAM di
Indonesia
Sejak
kemerdekaan tahun 1945 sampai sekarang di Indonesia telah berlaku tiga
undang-undang dalam 4 periode, yaitu :
a.Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949,
berlaku UUD 1945,
b.Periode 27
Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950, berlaku Konstitusi Republik Indonesia
Serikat.
c. Periode 17
Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959, berlaku UUDS 1950.
d. Periode 5
Juli 1959 sampai sekarang, berlaku kembali UUD 1945.
Pencantuman pasal-pasal tentang Hak-hak Asasi Manusia
dalam tiga UUD tersebut berbeda satu sama lain. Dalam UUD 1945 butir-butir Hak
Asasi Manusia hanya tercantum beberapa saja. Sementara Konstitusi RIS 1949 dan
UUDS 1950 hampir bula-bulat mencantumkan isi Deklarasi HAM dari PBB. Hal
demikian ini karna memang situasinya sangat dekat dengan Deklarasi HAM PBB yang
masih aktual. Di samping itu terdapat pula harapan masyarakat dunia agar
deklarasi HAM PBB dimasukkan ke dalam Undang-Undang Dasar atau perundangan
lainnya di negara-negara anggota PBB, agar secara yuridis formal HAM dapat
berlaku di negara masing-masing.
Ketika UUD 1945
berlaku kembali sejak 5 Juli 1959, secara yuridis formal, hak-hak asasi manusia
tidak lagi lengkap seperti Deklarasi HAM PBB, karena yang terdapat di dalam UUD
1945 hanya berisi beberapa pasal saja, khususnya pasal 27, 28, 29, 30 dan 31.
Pada awal Orde baru saja tujuan Pemerintah adalah Melaksanakan hak asasi
manusia yang tercantum dalam UUD 1945 serta berupaya melengkapinya. Tugas untuk melengkapi HAM ini ditanda tangani oleh
sebuahh panitia MPRS yang kemudian menyusun Rancangan Piagam Hak-hak Asasi
Manusia serta hak-hak dan Kewajiban warganegara yang dibahas dalam sidang MPRS
tahun 1968. Dalam pembahasan ini sidang MPRS menemui jalan buntu, sehingga akhirnya
dihentikan. Begitu pila setelah MPR terbentuk hasil pemilihan umum 1971
persoalan HAM tidak lagi diagendakan, bahkan dipeti-eskan sampai tumbangnya
Orde Baru di tahun 1998 yang berganti dengan era Reformasi. Pada awal Reformasi
itu pula diselenggarakan sidang istimewa MPR tahun 1998 yang salah satu
ketetapannya berisi Piagam HAM.
2.3 Lembaga
penegak HAM
Hak asasi
manusia merupakan hak yang harus dilindungi, baik oleh individu, masyarakat
maupun oleh Negara. Hal ini dikarenakan Hak Asasi Manusia merupakan hak paling
asasi yang dimiliki oleh manusia sebagai anugerah yang diberikan oleh Tuhan.
Oleh sebab itu, HAM harus dijaga, dihormati dan ditegakkan dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Tidak seorangpun berhak untuk melanggar hak asasi
yang dimiliki oleh manusia dengan alasan apapun.
Untuk
merealisasikan penegakan HAM di Indonesia, telah dibentuk suatu komisi mengenai
hak asasi manusia. Dasar hukum bagi penegakan HAM di Indonesia sudah sangat
jelas, baik melalui UUD, ketetapan MPR maupun perundang-undangan, baik yang
sudah disahkan, maupun ratifikasi dari konvensi hak asasi manusia yang ada di
dunia Internasional.
2.4 Pelanggaran
Hak Asasi Manusia
Hak asasi
manusia bersifat universal, yang artinya berlaku dimana saja, untuk siapa saja,
dan tidak dapat diambil siapapun. Hak-hak tersebut dibutuhkan individu
melindungi diri dam martabat kemanusiaan, juga seagai landasan moral dlam
bergaul dengan sesama manusia. Meskipun demikian bukan berarti manusia dengan
hak-haknya dapat berbuat sesuka hatinya maupun seenak-enaknya.
a. Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi
:
1. Pembunuhan
masal (genosida: setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud menghancurkan
atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa)
2. Pembunuhan
sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan
3. Penyiksaan
4. Penghilangan
orang secara paksa
5. Perbudakan
atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis
b. Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :
1. Pemukulan
2. Penganiayaan
3. Pencemaran nama baik
4. Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya
5. Menghilangkan nyawa orang lain
Penindakan terhadap pelanggaran HAM dilakukan melalui
proses peradilan HAM mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan
persidangan terhadap pelanggaran yang terjadi harus bersifat nondiskriminatif
dan berkeadilan. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di
lingkungan Pengadilan Umum.
Pengadilan HAM berkedudukan di daerah kabupaten atau
daerah kota yang daerah hukumnya meliputi daerah hokum Pengadilan Negeri yang
bersangkutan. Pengadilan HAM bertugas memeriksa dan memutus perkara pelanggaran
hak asasi manusia yang berat. Pengadilan HAM berwewenang juga memeriksa dan
memutuskan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berada dan dilakukan
diluar batas territorial wilayah Negara Republik Indonesia oleh warga Negara
Indonesia.
2.5 Pengertian dan Ruang Lingkup Rule of Law
Gerakan
masyarakat yang menghendaki bahwa kekuasaan raja maupun penyelenggara negara
harus dibatasi dan diatur melalui suatu peraturan perundang-undangan dan
pelaksanaan dalam hubungannya dengan segala peraturan perundang-undangan itulah
yang sering diistilahkan dengan Rule of Law.[1][1]
Berdasarkan bentuknya sebenarnya Rule of Law adalah kekuasaan publik yang
diatur secara legal. Setiap organisasi atau persekutuan hidup dalam masyarakat
termasuk negara mendasarkan pada Rule of Law. Dalam hubungan ini Pengertian
Rule of Law berdasarkan substansi atau isinya sangat berkaitan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dalam suatu negara.
Negara hukum
merupakan terjemahan dari istilah Rechsstaat atau Rule Of Law. Rechsstaat atau
Rule Of Law itu sendiri dapat dikatakan sebagai bentuk perumusan yuridis dari
gagasan konstitusionalisme. Oleh karena itu, konstitusi dan negara hukum
merupakan dua lembaga yang tidak terpisahkan.
Friedman (1959)
membedakan rule of law menjadi dua, yaitu pengertian secara formal (in the
formal sense) dan pengertian secara hakiki/materill (ideological sense). Secara
formal, rule of law diartikan sebagai kekuasaan umum yang terorganisasi(
organized public power), misalnya Negara. Sementara itu secara hakiki, rule of
law terkait dengan penegakan rule of law karena menyangkut ukuran hukum yang
baik dan buruk (just and unjust law). Rule of law terkait dengan keadilan
sehingga rule of law harus menjamin keadilan yang dirasakan oleh
masyarakat/bangsa.
Menurut Albert
Venn Dicey dalam “Introduction to the Law of the Constitution” memperkenalkan
istilah the rule of law yang secara sederhana diartikan suatu keteraturan
hukum. Menurut Dicey, terdapat tiga unsur yang fundamental dalam rule of law
yaitu :
1. Supremasi
aturan-aturan hukum, tidak adanya kekuasaan yang sewenang- wenang dalam arti
seseorang Hanya boleh dihukum jikalau memangmelanggar hokum.
2. Kedudukan
yang sama di muka hukum, hal ini berlaku baik bagi masyarakat biasa maupun
pejabat Negara
3. Terjaminnya
hak-hak asasi manusia oleh UU serta keputusan-keputusan UU
2.6 Prinsip-prinsip
Rule of Law
Pengertian Rule
of Law tidak dapat dipisahkan dengan pengertian negara hukum atau rechts staat.
Meskipun demikian dalam negara yang menganut sistem Rule of Law harus memiliki
prinsip-prinsip yang jelas, terutama dalam hubungannya dengan realisasi Rule of
Law itu sendiri. Menurut Albert Venn Dicey dalam “Introduction to the Law of The Constitution, memperkenalkan istilah
the rule of law yang secara sederhana diartikan sebagai suatu keteraturan
hukum. Menurut Dicey terdapat 3 unsur yang fundamental dalam Rule of Law,
yaitu: (1) supremasi aturan aturan hukum,tidak adanya kekuasaan
sewenang-wenang, dalam arti seseorang hanya boleh dihukum, jikalau memang
melanggar hukum; (2) kedudukanmya yang sama dimuka hukum. Hala ini berlaku baik
bagi masyarakat biasa maupun pejabat negara; dan (3) terjaminnya hak-hak asasi
manusia oleh Undang-Undang serta keputusan pengadilan.
Suatu
hal yang harus diperhatikan bahwa jikalau dalam hubungan dengan negara hanya
berdasarkan prinsip tersebut, maka negara terbatas dalam pengertian negara
hukum formal, yaitu negara tidak bersifat proaktif melainkan pasif. Sikap
negara yang demikian ini dikarenakan negara hanya menjalankan dan taat pada apa
yang termaktub dalam konstitusi semata. Dengan kata lain negara tidak hanya
sebagai “penjaga malam” (nachtwachterstaat). Dalam pengertian seperti ini
seakan-akan negara tidak berurusan dengan kesejahteraan rakyat. Setelah
pertengahan abad ke-20 mulai bergeser, bahawa negara harus bertanggung jawab
terhadap kesejahteraan rakyatnya. Untuk itu negara tidak hanya sebagai “penjaga
malam” saja, melainkan harus aktif melaksanakan upaya-upaya untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat dengan cara mengatur kehidupan sosial ekonomi.
Gagasan
baru inilah yang kemudian dikenal dengan welvaartstaat, verzorgingsstaat,
welfare state, social service state, atau “negara hukum materal”. Perkembangan
baru inilah yang kemudian menjadi raison d’etre untuk melakukan revisi atau
bahkan melengkapi pemikiran Dicey tentang negara hukum formal.
Dalam
hubungan negara hukum ini organisasi pakar hukum Internasional, International
Comission of Jurists (ICJ), secara intens melakukan kajian terhadap konsep
negara hukum dan unsur-unsur esensial yang terkandung di dalamnya. Dalam
beberapa kali pertemuan ICJ di berbagai negara seperti di Athena (1995), di New
Delhi (1956),di Amerika Serikat (1957), di Rio de Jainero (1962), dan Bangkok
(1965), dihasilkan paradigma baru tentang negara hukum. Dalam hubungan ini
kelihatan ada semangat bersama bahwa konsep negara hukum adalah sangat penting,
yang menurut Wade disebut sebagai rule of law is a phenomenon of free society
and the mark of it. ICJ dalam kapasitasnya sebagai forum intelektual, juga
menyadari bahwa yang terpenting lagi adalah bagaiman konsep rule of law dapat
diimplementasikan sesuai perkembangan kehidupan dalam masyarakat.
Secara
praktis, pertemuan ICJ di Bangkok tahun 1965 semakin menguatkan posisi rule of
law dalam kehidupan bernegara. Selain itu, melalui pertemuan tersebut telah
digariskan bahwa di samping hak-hak politik bagi rakyat harus diakui pula
adanya hak-hak sosial-ekonomi, sehingga perlu dibentuk standar-standar sosial
ekonomi. Komisi ini merumuskan syarat-syarat pemerintahan yang demokratis
dibawah rule of law yang dinamis, yaitu: (1) perlindungan konstitusional,
artinya selain menjamin hak-hak individual, konstitusi harus pula menentukan
teknis prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin; (2)
lembaga kehakiman yang bebas dan tidak memihak; (3) pemilihan umum yang bebas;
(4) kebebasan menyatakan pendapat; (5) kebebasan berserikat/berorganisasi dan
beroposisi; dan (6) pendidikan kewarganegaraan (Azhary, 1995: 59).
Gambaran
ini mengukuhkan negara hukum sebagai walfare state, karena sebenarnya mustahil
mewujudkan cita-cita rule of law sementara posisi dan peran negara sangat
minimal dan lemah. Atas dasar inilah kemudian negara diberi kekuasaan dan
kemerdekaan bertindak atas dasar inisiatif parlemen. Negara dalam hal ini
pemerintah memiliki fries ermessen atau poivoir discretionnare, yaitu
kemerdekaan yang dimiliki pemerintah untuk turut serta dalam kehidupan sosial
ekonomi dan keleluasaan untuk tidak terlalu terikat pada produk legislasi
parlemen. Dala gagasan walfare state ternyata negara memiliki wewenang yang
relatif lebih besar, ketimbang format negara yang hanya bersifat negara hukum
formal saja. Selain itu dalam welfare state yang terpenting adalah negara
semakin otonom untuk mengatur dan mengarhkan fungsi dan peran negara bagi
kesejahteraan hidup masyarakat. Kecuali itu, sejalan dengan konsep negara
hukum, baik rechtsstaat maupun rule of law, pada prinsipnya memiliki kesamaan
fundamental serta saling mengisi. Dalam prinsip negara ini unsur penting
pengakuan adanya pembatasan kekuasaan yang dilakukan secara konstitusional.
Oleh karena itu, terlepas dari adanya pemikiran dan praktek konsep negara hukum
yang berbeda, konsep negar hukum dan rule of law adalah suatu realitas dari
cita-cita sebuah negara bangsa, termasuk negara Indonesia.
2.7 Prinsip-prinsip Rule of Law secara formal di
Indonesia
Penjabaran prinsip-prinsip rule of law
secara formal termuat di dalam pasal-pasal UUD 1945, yaitu sebagai berikut :
a. Negara Indonesia adalah Negara hukum
(pasal 1 ayat 3)
b. Kekuasaan
kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hokum dan peradilan (pasal 24 ayat 1)
c. Segala
warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hokum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (pasal 27
ayat 1)
d. Bab
X A tentang Hak Asasi Manusia, memuat sepuluh pasal antara lain bahwa setiap
orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang
adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum (pasal 28 D ayat 1)
e. Setiap
orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan perlakuan yang adil dan layak
dalam hubungan kerja (pasal 28 D ayat 2)
Beberapa kasus dan penegakan rule of law antara lain:
a. Kasus korupsi KPU dan KPUD
b. Kasus illegal loggingc. Kasus dan reboisasi hutan yang melibatkan pejabat Mahkamah Agung (MA)
d. Kasus-kasus perdagangan narkoba dan psikotripika
e. Kasus perdagangan wanita dan anak
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan isi dari pembahasan
diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Hak
Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati
dan fundamental sebagai anugrah dari Tuhan yang harus dihormati, dijaga dan
dilindungi oleh setiap individu
2. Rule of
Law adalah gerakan masyarakat yang menghendaki bahwa kekuasaan raja maupun
penyelenggara negara harus dibatasi dan diatur melalui suatu peraturan
perundang-undangan dan pelaksanaan dalam hubungannya dengan segala peraturan
perundang-undangan
3. Dalam
peraturan perundang undangan RI paling tidak terdapat empat bentuk hokum
tertulis yang memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam konstitusi
(Undang-undang Dasar Negara). Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga, dalam
Undang-undang. Keempat, dalam peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti
peraturan pemerintah, keputusan presiden dan peraturan pelaksanaan lainnya.
4. Pelanggaran
Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang
termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian
yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak
asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan
tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum
yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
3.2 Saran
Kepada para
pembaca agar lebih banyak mencari informasi tentang HAM dan Rule of Law untuk
memahami kedua aspek pembahasan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan. 2007. “Pendidikan Kewarganegaraan”. Paradigma.
Jogjakarta
Zaelani, Endang Sukaya.”Pendidikan
Kewarganegaraan”.Paradigma.Jogjakarta
Herdiawanto, Hery.”Pendidikan
Kewarganegaraan”.Erlangga.Jakarta
Azra,Azyumardi.”Demokrasi Hak Asasi Manusia Masyarakat
Madani”.ICCE UIN.Jakarta
Raika, Tika.2012.Pengertian-hak-asasi-manusia. (diakses lewat internet)
inforingankita.blogspot.com/.../
Chieva,C.”Perkembangan dan pemikiran ham di
Indonesia”.2012. (diakses lewat internet)
chieva-chiezchua.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar